Showing posts with label Islam. Show all posts
Showing posts with label Islam. Show all posts

Sunday, April 26, 2020

Berikut Jadwal Imsakiyah Kota Tangerang Selatan 2020

Untuk segenap Umat muslim di Kota Tangerang Selatan mengetahui jadwal imsakiyah, waktu sholat subuh, zuhur, ashar, maghrib dan isya, ashar selama bulan Mei punya arti yang sangat penting penting, apalagi saat bulan ramadhan ketika umat muslim menjalankan ibadah Puasa.

Berikut jadwal Imsakiyah tahun 2020 saya bagikan.

TANGGAL
IMSAK  SUBUH DZUHUR ASHAR MAGHRIB ISYA
Rabu, 1 April 2020 04:31 04:41 12:00 15:15 18:01 19:10
Kamis, 2 April 2020 04:31 04:41 12:00 15:15 18:01 19:09
Jumat, 3 April 2020 04:31 04:41 12:00 15:15 18:00 19:09
Sabtu, 4 April 2020 04:30 04:40 12:00 15:15 18:00 19:09
Minggu, 5 April 2020 04:30 04:40 11:59 15:15 17:59 19:08
Senin, 6 April 2020 04:30 04:40 11:59 15:15 17:59 19:08
Selasa, 7 April 2020 04:30 04:40 11:59 15:15 17:59 19:07
Rabu, 8 April 2020 04:30 04:40 11:58 15:15 17:58 19:07
Kamis, 9 April 2020 04:30 04:40 11:58 15:15 17:58 19:07
Jumat, 10 April 2020 04:29 04:39 11:58 15:15 17:57 19:06
Sabtu, 11 April 2020 04:29 04:39 11:58 15:15 17:57 19:06
Minggu, 12 April 2020 04:29 04:39 11:57 15:15 17:56 19:06
Senin, 13 April 2020 04:29 04:39 11:57 15:15 17:56 19:05
Selasa, 14 April 2020 04:29 04:39 11:57 15:15 17:56 19:05
Rabu, 15 April 2020 04:29 04:39 11:57 15:15 17:55 19:04
Kamis, 16 April 2020 04:28 04:38 11:56 15:15 17:55 19:04
Jumat, 17 April 2020 04:28 04:38 11:56 15:15 17:54 19:04
Sabtu, 18 April 2020 04:28 04:38 11:56 15:15 17:54 19:04
Minggu, 19 April 2020 04:28 04:38 11:56 15:15 17:54 19:03
Senin, 20 April 2020 04:28 04:38 11:56 15:15 17:53 19:03
Selasa, 21 April 2020 04:28 04:38 11:55 15:15 17:53 19:03
Rabu, 22 April 2020 04:28 04:38 11:55 15:14 17:53 19:02
Kamis, 23 April 2020 04:27 04:37 11:55 15:14 17:52 19:02
Jumat, 24 April 2020 04:27 04:37 11:55 15:14 17:52 19:02
Sabtu, 25 April 2020 04:27 04:37 11:55 15:14 17:52 19:02
Minggu, 26 April 2020 04:27 04:37 11:54 15:14 17:51 19:02
Senin, 27 April 2020 04:27 04:37 11:54 15:14 17:51 19:01
Selasa, 28 April 2020 04:27 04:37 11:54 15:14 17:51 19:01
Rabu, 29 April 2020 04:27 04:37 11:54 15:14 17:51 19:01
Kamis, 30 April 2020 04:27 04:37 11:54 15:14 17:50 19:01
Jumat, 1 Mei 2020 04:27 04:37 11:54 15:14 17:50 19:01
Sabtu, 2 Mei 2020 04:26 04:36 11:54 15:14 17:50 19:01
Minggu, 3 Mei 2020 04:26 04:36 11:54 15:14 17:50 19:00
Senin, 4 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:49 19:00
Selasa, 5 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:49 19:00
Rabu, 6 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:49 19:00
Kamis, 7 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:49 19:00
Jumat, 8 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:48 19:00
Sabtu, 9 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:48 19:00
Minggu, 10 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:48 19:00
Senin, 11 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:48 19:00
Selasa, 12 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:48 19:00
Rabu, 13 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:48 19:00
Kamis, 14 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:48 19:00
Jumat, 15 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:48 19:00
Sabtu, 16 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:47 19:00
Minggu, 17 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:47 19:00
Senin, 18 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:47 19:00
Selasa, 19 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:47 19:00
Rabu, 20 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:47 19:00
Kamis, 21 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:47 19:00
Jumat, 22 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:47 19:00
Sabtu, 23 Mei 2020 04:26 04:36 11:53 15:14 17:47 19:00
Minggu, 24 Mei 2020 04:26 04:36 11:54 15:15 17:47 19:00
Senin, 25 Mei 2020 04:26 04:36 11:54 15:15 17:47 19:00
Selasa, 26 Mei 2020 04:27 04:37 11:54 15:15 17:47 19:00
Rabu, 27 Mei 2020 04:27 04:37 11:54 15:15 17:47 19:00
Kamis, 28 Mei 2020 04:27 04:37 11:54 15:15 17:47 19:01
Jumat, 29 Mei 2020 04:27 04:37 11:54 15:15 17:47 19:01
Sabtu, 30 Mei 2020 04:27 04:37 11:54 15:15 17:47 19:01
Minggu, 31 Mei 2020 04:27 04:37 11:54 15:15 17:48 19:01

Saturday, July 25, 2015

Kiai Muchith yang Gemar Baca Komik Jepang



Diceritakan, Kiai Abdul Muchith Muzadi ditegur koleganya yang sama-sama kiai. Alasannya, orang itu mendapai kitab karya Thabathaba’i nangkring di lemari kitab Kiai Muchith. Wajahnya langsung muram.
“Dia itu kan ulama Syiah. Kenapa kitabnya dibaca?” tegur kiai itu dengan nada tinggi.
Adapun yang punya kitab tenang-tanang saja. Tak terpancing komentar sahabatnya. “Memangnya kenapa kalau saya baca kitabnya Thabathaba’i?” Kiai Muchith balik bertanya. Tenang.
Kiai itu tampak kaget. “Lho, kan bisa mempengaruhi pikiran?” serangnya dengan nada sengit. Kiai Muchith tetap santai. Sambil terkekeh, ia memberikan penjelasan, “Saya ini, ada buku apa saja saya baca. Jangankan karangan ulama Syiah, kalau perlu komik Jepang pun saya baca, dan saya tidak terpengaruh kok..hehehe,” Jawab Kiai Muchith enteng.
Dalam kelengangannya, Kiai Muchith menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca buku. Memang itulah hobi yang sudah sekian lama dijalaninya. Apa saja dibaca. Mulai dari buku, koran, hingga majalah. Karena hobinya membaca itulah kitabnya menjadi sangat banyak. Dalam acara Harlah NU tahun 2006 yang dipusatkan di Kantor PWNU Jatim, Kiai Muchith pernah menyatakan, “Nilai kitab-kitab saya tidak kurang dari harga sebuah kijang Innova”. Padahal saat itu kijang Innova gres beredar di pasaran, harganya lebih dari Rp 200 juta. Wow, betapa banyak kitab koleksinya.
Umumnya buku-buku yang dimiliki Kiai Muchith bertema tentang agama, NU, dan kenegaraan. Termasuk buku-buku tentang Muhammadiyah, Kiai Muchith juga rajin menyimpannya. Malah dia juga memiliki dua buku keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, keduanya sama-sama asli dan resmi diterbitkan lembaganya, hanya beda tahun keputusan dibuat, tapi isinya saling bertentangan. Seakan telah terjadi qaul qadim dan qaul jadid dalam majelis tarjih, atau malah sudah mencapai tingkatan nasikh-mansukh dalam lembaga itu.
Karena banyaknya koleksi buku-buku tentang Muhammadiyah itulah menjadikan Kiai Muchith berani “menyentil” Pak Amien Rais, yang saat itu menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah, beradu referensi. Konon, dalam suatu kesempatan menjadi narasumber bersama di Universitas Airlangga, Surabaya, Kiai Muchith mengawali pembicaraan, “Saya berani taruhan dengan Pak Amien. Saya yakin, kitabnya Pak Amien tentang NU tidak sebanyak kitab saya tentang Muhammadiyah.” kata Kiai Muchith berkelakar. Amien Rais yang duduk di sebelahnya hanya bisa senyum-senyum mendengarnya. Bisa saja apa yang dikatakan Kiai Muchith memang benar adanya, jangankan kitab-kitab Muhammadiyah, wong komik Jepang saja kalau perlu juga dibaca.
Kiai Muchith, yang lahir di Bangilan Tuban 19 Jumadil Awal 1344H / 4 Desember 1925 M ini juga memiliki beberapa karya tulis yang diterbitkan Khalista. Pak Ma’ruf Asrori, Direktur Penerbit Khalista, bercerita jika royalti buku karya Kiai Muchit bukan berupa uang, melainkan dirupakan BUKU! Semua atas permintaan Kiai Muchith. Apakah buku hasil royalti tersebut DIJUAL kembali oleh kiai yang mengasuh Masjid Sunan Kalijaga di depan Universitas Jember ini? TIDAK, buku-buku tersebut dibagikan oleh Kiai Muchith kepada jamaah pengajiannya dan juga kepada para tamu.
“Anak-anak muda harus suka baca, apalagi anak-anak NU! Buku apapun harus dibaca, ya, dibaca! Biar nggak kagetan, biar pengetahuannya luas.” kata Kiai Muchith pada malam takbiran Idul Fitri 2008 silam, ketika saya sowan di ndalem beliau. Semangat betul beliau kalau memberi motivasi.
Tooop! Semoga panjenengan panjang umur, kiai!
(Rijal Mumazziq Z)

Tuesday, July 14, 2015

Siapa Anti Arab dan Siapakah Anti Islam Itu?


Sekitar November 2012, Muhammad Michael Knight, warga Amerika yang masuk islam menuliskan sebuah esai pendek berjudu Paris Hilton in Mecca. Knight memang dikenal sebagai seorang peulis radikal karena perspektifnya tentang islam yang fundamentalis namun memiliki sikap yang toleran. Nah bingungkan? Fundamentalis tapi toleran?
Dalam artikel itu Knight mengkritisi dinasti al saud, penguasa saudi arabia, karena dianggap melanggengkan konsumerisme di Mekah. Kota paling suci umat islam. Di kota itu tulis Knight dibangun sebuah toko milik Paris Hilton. Dalam catatannya, Knight muak dengan segala konsumerisme yang membuat ibadah haji menjadi kehilangan maknanya.
Orang orang tidak lagi berhaji untuk beribadah, namun untuk kemudian pamer menggunakan i phone mereka, di sosial media, beberapa dari mereka belanja di toko toko mewah yang menjual barang barang bermerk. Komplek pertokoan itu cukup dekat dengan Ka'bah.
Pada September 2011 Jerome Taylor dari The Independent Inggris melaporkan sebuah artikel yang banyak diprotes oleh kalangan wahabi. Dalam laporan itu Jerome mengatakan bahwa ada empat suci yang akan dihancurkan untuk pelebaran komplek Mekah. Tidak hanya itu dalam laporan itu Jerome mengatakan bahwa penghancuran situs-situs bersejarah bagi umat muslim itu akan digunakan untuk pembangunan Mall dan Hotel.
Dr Irfan al-Alawi, executive director dari the Islamic Heritage Research Foundation Saudi Arabia mengatakan bahwa selama 2011 telah ada 400-500 situs bersejarah (dan mungkin suci) bagi umat islam dihancurkan dan dirusak untuk pembangunan. Dr. Irfan mengatakan di Arab Saudi hampir tidak ada yang berani bersuara melawan rezim yang menghancurkan sejarah dan situs - situs suci umat islam ini.
Penyebabnya adalah sikap Grand Mufti Arab Saudi, Sheikh Abdul Aziz Bin Abdullah al-Sheikh yang mengatakan bahwa tidak mensucikan tempat-tempat tertentu adalah perbuatan syirik. Maka perusakan situs-situs ini pun hampir tidak mendapatkan perlawanan sekali. Kecuali beberapa-beberapa berita minor dari kelompok masyarakat terdidik arab yang berada di luar saudi.
Contohnya seperti Makam Sayyid Imam al-Uraidhi ibn Ja‘far al-Sadiq yang dihancurkan dengan menggunakan dinamit pada 13 agustus 2002. Juga penghancuran makam paman nabi Hamza ibn ‘Abd al-Muttalib dan makam ibunda Nabi yang dibuldozer pada 1998. Tidak percaya? Silahkan riset sendiri hehe.
Rumah istri Kanjeng Nabi, Khadijah dihancurkan dan diganti menjadi, coba tebak? Yak benar toilet umum. Bayangkan, di rumah itu, rumah milik Istri Kanjeng Nabi, tempat nabi mungkin pernah tinggal dan menerima wahyu, kini berganti fungsi tidak lebih menjadi tempat untuk kencing dan berak. Tidak percaya?
November 2014 Andrew Johnson dari The Independent Inggris menuliskan esai pendek tentang penghancuran situs-situs suci di mekah. Situs yang dimaksud adalah House of Mawlid, sebuah tempat yang dianggap sebagai rumah kelahiran Nabi Muhammad. Rumah itu akan dihancurkan untuk kepentingan perluasan komplek Mekah.
Saya sedang menunggu waktu yang tepat untuk menulis soal Islam Nusantara. Namun belakangan ini orang orang di lini masa saya mulai menyebalkan dengan mengatakan bahwa Islam Nusantara anti arab. Islam Nusantara dianggap syirik karena merawat dan menziarahi makam-makam kaum saleh, sementara orang orang arab di saudi sana malah merusak makam-makam para sahabat, kerabat nabi bahkan konon makam nabi akan dipindahkan jika tetap diziarahi karena dianggap syirik.
Jadi sebenarnya siapa sebenarnya yang anti islam dan anti arab? Jika Islam Nusantara kau sebut anti arab karena berusaha mengadopsi budaya lokal untuk bisa diterima oleh masyarakat Indonesia. Kau sebut apa dinasti al saud yang menghancurkan rumah kelahiran nabi dan menggantinya dengan hotel mewah dan toko-toko pakaian bermerk milik paris hilton? kemurnian tauhid?
Ayolah bercanda juga tidak setolol itu.

Arman dani
 

Tuesday, June 30, 2015

Membaca Seni Wali-wali Nusantara


Salah satu tradisi Islam Nusantara adalah menempatkan kesenian pada posisi yang mulia. Seni yang bersifat luhur, baik, dan ada rasa keadilannya. Dalam konteks ini, NU yang didirikan para ulama dibawah pimpinan KH Hasyim Asy’ari, tidak sekadar menempatkan kesenian secara fungsional, sebagai alat dakwah. Lebih dari itu, kesenian merupakan tanda dari pencapaian keber-islam-an seseorang atau masyarakat. Kesenian adalah perlambang kematangan ruhani umat manusia. Semakin rendah selera seni (art taste) sebuah masyarakat menunjukkan rendahnya tingkat spiritualitas masyarakat tersebut. Pandangan semacam ini khas pandangan, pedoman dan keyakinan (i’tiqad) Ahlusunnah Waljama’ah  (ASWAJA)mengenai kesenian. Imam Ghazali (wafat 1111 M) misalnya dalam magnum opusnya, Ihya’ Ulumuddien, menyebut orang Islam yang tidak bisa menikmati kesenian sebagai kelompok “yang kurang akal” (naaqishul ‘aql). Tatah atau alas dari pencerahan ruhani adalah kesenian, dalam istilah lain hanya kesenian yang mampu menampung bahasa ruhani sehingga sampai pada tataran kemanusiaan.

Dalam konteks Islam di Nusantara, bagaimana para wali menata ajaran Islam dalam bentuk kesenian, dari kesenian serius sampai yang populer. Dari sastra tinggi sampai sastra populer, dari musik klasik Jawa sampai lagu dolanan anak-anak, arsitektur, bahkan sampai kepada fashion, kuliner, dan lain-lain. Eksemplar (uswah hasanah) para Wali Jawa (Wali Songo) dalam bidang kesenian menunjukkan tingginya pencapian kehidupan umat Islam di Nusantara pada abad-15 Masehi dan sebelumnya. 

Jika menelisik pencapaian dalam bidang kesenian ini, maka argumen para peneliti asing tentang Islam Nusantara yang “berumur jagung”, yakni akhir abad 14 Masehi terasa janggal, tidak saja masalah kronologi sejarah tetapi juga tuduhan “ketidak autentikan” Islam Nusantara. 

Tingginya pencapaian keber-islam-an pada masa Wali-wali Nusantara (seperti Wali Songo) menjadi teladan bagi masyarakat islam (pesantren) sampai hari ini. Tidak seperti yang ditulis oleh para peneliti Barat, bahwa sejarah autentik keislaman masyarakat Jawa (Nusantara) dimulai pada abad-19 di Haramain (sekarang Saudi Arabia), bahwa keberadaan para ulama Jawa di Haramain (ashabul jaawi atau Java connections) merupakan fajar pemurnian dan pelurusan Islam Indonesia yang masih hijau. 

Bagi para ulama (golongannya yang nantinya mendirikan Nahdlatul Ulama) sendiri berbeda, justru mereka adalah pelanjut dari tradisi Islam Nusantara yang ditegakkan oleh para Wali Jawa dengan segala hambatan dan kekurangannya. Sikap rendah hati terhadap para pendahulu menjadi sumber kekuatan kaum tradisional Islam di Nusantara. Ulama Jawa akhir abad 19 menyadari bahwa pesantren sebagai pusat pengetahuan telah bergeser menjadi tempat menimba ilmu agama semata, ruang lingkup pesantren semakin sempit. Otoritas orang pesantren di bidang sastra Jawa (Jawa, Melayu, dll.) telah berpindah ke kelompok lain, estetika kesenian wali-wali nusantara semakin terbatas, bahkan tersingkirkan (hanya hadrah, qasidah, dan kaligrafi arab), jaringan islam (pesantren) Nusantara sudah terputus dengan jaringan politik, ekonomi, sejarah, budaya, tradisi, bahkan terhadap warisan leluhurnya sendiri. 

Maka, kita harus melakukan pembacaan ulang terhadap warisan dari para wali Nusantara, baik di bidang pengetahuan maupun kesenian secara menyeluruh tanpa harus tergantung dengan, dan hasil pandangan orang lain tentang Islam Nusantara. Islam Nusantara merupakan tetas-tetesan keluhuran dari mata air kewalian (walayah dalam bahasa Arab) yang sebagian besar berwujud dalam kesenian: baik itu seni rupa, seni sastra, seni tari, drama, seni musik, arsitektur, dan sebagainya. 

Keterkaitan antara dinamika dunia seni kontemporer hari ini dengan sejarah estetika seni yang dihasilkan wali-wali nusantara nyaris terputus. Dalam konteks hari ini pula, dengan menimbang segala perubahan dan dinamika dunia Islam, terutama dalam dinamika dunia kesenian itu sendiri, maka apa yang disebut dengan seni wali-wali Nusantara harus diapresiasi kembali (sekaligus sebagai media instrospeksi diri) untuk mendorong keterbukaan dan proses apropriasi menuju dialog tradisi keilmuan yang lebih konstruktif sebagai ikhtiar membangun nilai-nilai kebangsaan yang lebih jujur demi kemaslahatan bersama. Para kyai atau ulama Nahdlatul Ulama mendorong, membangun, dan menjaga kehidupan kebangsaan yang beragama di atas tiga sendi: keberagaman (taaddudiyah= pluralitas), kemoderatan (tawasuth), dan keadialan (taaddul). Kebaragaman termasuk meliputi keberagaman keyakinan, etnis, ras, dan sebagainya. NU sejak berdiri pada tahun 1926 M terlibat aktif melanjutkan gagasan kebangsaan para ulama di masa lalu yang mendorong sebuah Negara kebangsaan seperti terwujud sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Walaupun tumbuh sebagai kelompok mayoritas, NU tidak berminat mendirikan sebuah Negara agama (Negara Islam) seperti yang diinginkan (desiring) oleh kelompok lain di dalam postur kebangsaan Indonesia.

A.Anzieb & Hasan Basri