Showing posts with label Muamalah. Show all posts
Showing posts with label Muamalah. Show all posts

Tuesday, July 1, 2014

Jasa Instal Ulang Linux dan Windows


Install ulang  adalah sebuah usaha untuk memasukkan kembali semua files-file system operasi kedalam sebuah path/dirve tertentu pada hard disk sehinggan komputer dapat beroperasi kembali secara normal.

Penyebab Operating system  terjadi kerusakan adalah :

1. Semakin banyak software yang diinstall akan mempengaruhi kinerja  dan hardware.Hindarilah software yang tidak perlu untuk di install.

2. Untuk Windows Semakin maraknya virus-virus yang menyebar di internet atau via flashdisk dan storage lainnya karena kita lupa atau malas untuk update dan scanning anti virus terlebih dahulu. Yang dapat merubah registry windows/software lainnya.
3. Semakin hari sampah registry semakin banyak, hal itulah yg membuat kinerja semakin lambat dan dapat membuat head hardisk anda semakin berat membaca jika dibiarkan hardisk akan terkena bad sector logic/fisik
4. Kurangnya maintenance antara lain, Backup data atau registry,disk depragment,disk cleanup.
5. Close program secara paksa.

BIAYA INSTALL ULANG STANDART PAKET A Rp.50.000

1. khusus instalasi Linux ( Ubuntu, Ubuntu studio, Kali linux, Blankon, Slackware, dll (sesuai pesanan)
2. OS tahan Virus
3. Browser Mozilla, Cromium dll
4. Office dan aplikasi lain sudah include
5. Gratis CD Master Linux

BIAYA INSTALL ULANG STANDART PAKET B Rp.75.000
1.Operating System Windows XP/Windows 7/8/8.1/10 atau Linux 
2. ANTIVIRUS (avira, Avg, smadaf dll) Free
3. Browser Mozilla dll
4. K-lite Codec Pack / Real Player / VLC Player
5. Webcam Flash Player Adobe Reader CCcleaner Winrar Photoscape pemutar musik 
6. Office 2007, 2010 dan 2013
7. pdf reader/ adobe reader dll
8. Dapat CD master Windows
BIAYA INSTALL OS PAKET C Rp.Kesepakatan
(1.Operating System Windows XP/Windows 7/8/Linux 
2. Install Aplikasi Paket A/B
3. Bonus Game 2
4. Sofware Design

5. Dapat Pilih Aplikasi Yang ada ( Nitro, nero, idm, dll)
6. Dapat CD Master OS dan File Software siap install
BIAYA INSTAL OS Dual Boot PAKET D Rp.150.000) 
1.Operating System Windows XP/Windows 7/8/Linux 
2. Install Aplikasi Paket A/B
3. Bonus Game 2
4. Sofware Design
5. Dapat Pilih Aplikasi Yang ada ( Nitro, nero, idm, Visio, Myob , Spss, utorent dll)

6. Dapat CD Master OS dan File Software siap install

Fast respon : 08978245819 (SMS only)

twitter: @mas_Faruk
Email: Faruk@muslim.com
Khusus Area UIN Jakarta/ Ciputat


Tuesday, June 24, 2014

Apapun yang dilakukan Jokowi selalu salah


Inilah mungkin yang saya cermati dari cara tim prabowo kampanye dan menyudutkan jokowi: Apapun yg dilakukan pak Jokowi selalu salah)

1. Jokowi mustahil koalisi tanpa bagi2 kursi itu bohong!

2. Prabowo, Inilah koalisi tanpa transaksi,

3. Jokowi buka 3 rekening Sumbangan, “”Pengemis””

4. Prabowo buka rek sumbangan: “Urunan gotong royang.”

5. Jokowi kalah pidato “ ndeso katrok, ga pantes jd presiden’

6. Prabowo kalah debat: “Jokowi curang” soal pasti bocor!”

7. Jokowi ketemu Dubes “Antek Asing’

8. Prabowo ketemu dubes: “Bagus, silaturahmi,

9. Jokowi naik jet sekali ‘Yang biayain pasti cukong!

10. Prabowo kemana2 naik jet:
“....
(gak dibahas)”

11. Foto Jokowi sholat; jual agama! kafir!

12. Foto Prabowo sholat: “Nah, ini contoh pemimpin islami”

13. Jokowi sholat jumat. “Pencitraan!”

14. Prabowo tdk sholat Jum'at: “Rukhsoh/ musafir dijamak/tdk sholat jg bkn urusan kita”

15. Tingkah Mega = Tingkah Jokowi

16. Tingkah Hasyim = Itu bukan Prabowo

17. Dosa PDIP & koalisinya = Dosa Jokowi

18. Dosa Gerindra & koalisinya = Ini pilpres bung, kita pilih orang, bkn partai

19. Jokowi + Mega ketemu dubes Amrik: “Antek Amrik!”

20. Hasyim ngemis dukungan Amrik: “Wajar, kan. harus menjalin hubungan baik.”

21. Jokowi bawa istri "pamer, sombong’”

22. Prabowo bawa kuda: “Penyayang binatang. Dulu Nabi mengajarkan bla bla bla”

23. Banyak jenderal di koalisi Jokowi “Pelanggar HAM, inteI, koalisi sesat!”

24. Banyak jenderal dl koalisi Prabowo: “Bukan Timses”

25. Jokowi disumbang dipinggir jalan: “Pengemis”

26. Prabowo disumbang pemulung:
“Kesadaran politik tdk mengenal serata sosial”

27. Jokowi di Metro TV “Pelacur Media!”

28. .Prabowo di TVone, Anteve, MNCTV, RCTI, GlobalTV: “Ini pencerahan utk rakyat”

29. Jokowi kena fittnah: “Ah, pasti drama, play victim.

30. Prabowo kena Fitnah: “pasti Jokowi"

31. jokowi blusukan "pencitraan lah, ngabisin dana lah"

32. prabowo blusukan " dia sudah sering blusukan dari dulu, ini pemumpin yg
merakyat"

SAYA LEBIH MEMILIH PEMIMPIN YG TAHU HARGA SEMBAKO DARIPADA HARGA PELURU

by Dian Mustikarini sandjaya

Friday, October 4, 2013

Nabi-nabi dengan Mukjizat menghidupkan Orang Mati



Benarkah Jesus satu-satunya orang yang diberi izin bangkitkan orang mati?
Baik Alkitab Kristen maupun Al-Qur'an keseluruhannya mencatat paling tidak ada 8 orang keseluruhan.

السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو  ل الله
الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد

PALING KURANG, ADA 8 ORANG yang dapat HIDUPKAN MAKHLUK MATI DENGAN IZIN ALLAH

 Nabi Isa AS bukan lah satu-satunya Nabi yang diberi mukjizat dapat menghidupkan orang mati, tapi ada 4 orang lain yang diberi mukjizat serupa, malah lagi, kenyataannya lebih hebat daripada Nabi Isa AS.
Jadi, jumlah orang yang diberi mukjizat oleh ALLAH dalam alkitab christian ialah sebanyak 5 orang. Kemudian, siapa saja kah 5 orang itu?

1. Nabi Ilyas AS, dalam alkitab christian dikenal sebagai Nabi Elia
2. Nabi Ilyasa AS, dalam alkitab christian dikenal sebagai Nabi Elisa
3. Nabi Yehezkiel,Nabi kecil dari bani Israel yang tidak termasuk 25 Nabi besar
4. Petrus, Murid daripada Nabi Isa AS.
5. Nabi Isa AS, dalam alkitab christian dikenal sebagai Nabi Jesus

mari kita simak kisahnya sejenak :)
1. Nabi Ilyas AS

1 Raja 17:21 Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: "Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya." 17:22 TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali.

tahapan yang dilakukan nabi ilyas;
a.       Nabi Ilyas shalat dulu
b.      Nabi Ilyas berdo'a pada ALLAH, ALLAH mengabulkan doa, bangkitlah anak itu & hidup lagi.
c.       Jadi yang membangkitkan orang mati ialah ALLAH, bukan Nabi Ilyas.

2. Nabi Ilyasa AS

2 Raja 13:21 Pada suatu kali orang sedang menguburkan mayat. Ketika mereka melihat gerombolan datang, dicampakkan merekalah mayat itu ke dalam kubur Elisa, lalu pergi. Dan demi mayat itu kena kepada tulang-tulang Elisa, maka hiduplah ia kembali dan bangun berdiri.

tahapan yang dilakukan nabi ilyasa:
a.       Yang membangkitkan mayat itu adalah Allah, karena Nabi Ilyasa telah meninggal
b.      Seharusnya mukjizat Nabi Ilyasa AS ini lagi hebat daripada Nabi Isa AS, karena Nabi Isa dapat hidupkan orang mati, tapi cuma saat Nabi Isa Masih hidup. Sedang Nabi Ilyasa AS dapat menghidupkan orang mati saat Nabi Ilyas sendiri sudah wafat & menjadi bahkan menjadi tulang.

3. Nabi Yehezkiel

Yehezkiel 37:2 Ia membawa aku melihat tulang-tulang itu berkeliling-keliling dan sungguh, amat banyak bertaburan di lembah itu; lihat, tulang-tulang itu amat kering.
37:3 Lalu Ia berfirman kepadaku: "Hai anak manusia, dapatkah tulang-tulang ini dihidupkan kembali?" Aku menjawab: "Ya Tuhan ALLAH, Engkaulah yang mengetahui!"
37:4 Lalu firman-Nya kepadaku: "Bernubuatlah mengenai tulang-tulang ini dan katakanlah kepadanya: Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman TUHAN!
37:5 Beginilah firman Tuhan ALLAH kepada tulang-tulang ini: Aku memberi nafas hidup di dalammu, supaya kamu hidup kembali.
37:6 Aku akan memberi urat-urat padamu dan menumbuhkan daging padamu, Aku akan menutupi kamu dengan kulit dan memberikan kamu nafas hidup, supaya kamu hidup kembali. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN."
37:7 Lalu aku bernubuat seperti diperintahkan kepadaku; dan segera sesudah aku bernubuat, kedengaranlah suara, sungguh, suatu suara berderak-derak, dan tulang-tulang itu bertemu satu sama lain.
37:8 Sedang aku mengamat-amatinya, lihat, urat-urat ada dan daging tumbuh padanya, kemudian kulit menutupinya, tetapi mereka belum bernafas.
37:9 Maka firman-Nya kepadaku: "Bernubuatlah kepada nafas hidup itu, bernubuatlah, hai anak manusia, dan katakanlah kepada nafas hidup itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Hai nafas hidup, datanglah dari keempat penjuru angin, dan berembuslah ke dalam orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka hidup kembali."
37:10 Lalu aku bernubuat seperti diperintahkan-Nya kepadaku. Dan nafas hidup itu masuk di dalam mereka, sehingga mereka hidup kembali. Mereka menjejakkan kakinya, suatu tentara yang sangat besar.

tahapan yang dilakukan nabi Yehezkiel:
a.       Nabi Yehezkiel disebut anak manusia, Jesus pun disebut anak manusia, bukan Tuhan
b.      Nabi Yehezkiel berdo'a, ALLAH mengabulkan do'a, lalu hiduplah tulang-tulang itu. Dan Nabi Yehezkiel lagi hebat sekali karena ia dapat menghidupkan lagi tentara dengan jumlah yang sangat besar dalam sekali mukjizat.
c.       Jadi yang membangkitkan orang mati ialah ALLAH.

4. Petrus, Murid Nabi Isa AS

Kisah 9:40 Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk.

 tahapan yang dilakukan petrus;
a.       Petrus shalat dulu sebelumnya
b.      Petrus berdo'a pada Allah, dikabulkan, & Tabita bangkit dari kematian.
c.       Jadi yang membangkitkan orang mati ialah ALLAH.

5. Nabi Isa AS

Yohanes 11:40 Jawab Yesus: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?"
11:41 Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus MENENGADAH KE ATAS & BERKATA: "Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku.
11:42 Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
11:43 Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: "Lazarus, marilah ke luar!"
11:44 Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: "Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi."

tahapan yang dilakukan jesus;
1. Jesus berkata bahwa mukjizat yang akan dilihat semua orang ialah kemuliaan ALLAH, bukan kemuliaan dirinya.
2. Jesus memperhatikan ke atas & berdo'a pada Allah: Ya ALLAH... Maknanya Jesus bukan ALLAH... Jika Jesus Tuhan, tak perlu perhatikan ke atas, cukup perhatikan pada diri sendiri, lepas tu lalu berkata: Ya Aku...
3. Jesus besyukur pada ALLAH, maknanya Jesus bukan ALLAH. Jika lah memang Jesus itu Tuhan, tak usah besyukur pada Tuhan lain...

Atau,,, jika Jesus ialah TUhan, maka ayatnya sepatutnya ditukar menjadi: "Aku, Aku besyukur kepada Aku, Karena Aku telah mendengarkan Aku...
atau...
"Tuhan bersyukur pada Tuhan, karena Tuhan telah mendengarkan Tuhan.... bahwa Tuhan-lah mengutus Tuhan."

4. Allah mengutus Jesus, berarti Jesus bukan Allah, Jesus bukan Tuhan. Sebagai mana Utusan Presiden, tapi ia bukan presiden, dan tidak bisa menentukan apa-apa selain yang diperintahkan presiden.

5. Allah mengabulkan do'a Jesus, maknanya ALLAH-lah yang berkuasa, bukan Jesus.


Kemudian, jika kita perhatikan dalam Qur'an, maka ada pula 3 orang lain yang diberi mukjizat dapat memberi hidup kembali makhluk yang telah mati. Mereka ialah:
1. Nabi Ibrahim AS
2. Nabi Musa AS
3. Seorang pemuda, tidak disebutkan namanya

Kami tak asal bicara saja, tapi semua berdasar bukti dan memang harus ada bukti, dan bukti terkuat ialah kitab. Ayo ayo ayo... kita perhatikan sejenak...
1. Nabi Ibrahim AS

Qs.2 Baqarah:260. Dan ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap yakin. Allah berfirman: "Ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Jelas sekali, Nabi Ibrahim AS berdo'a pada ALLAH, ALLAH mengabulkan doa, bangkitlah & hidup lagi. Jadi yang membangkitkan dari kematian ialah ALLAH.

2. Nabi Musa AS

Qs.2 Baqarah:73. Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu !" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti.

3. Seorang Manusia

Qs.2 Baqarah:259. Atau apakah orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu; Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya, diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Sebut saja orang ini dengan Mr.X ...
Mr.X ini telah ditunjukkan mukjizat menghidupkan keledai yang telah menjadi tulang karena mati 100 tahun lampau.

Dan terakhir Nabi Muhamad
begini kisahnya
Al-’Ulum al-Fakhirah fi al-Nazhri fi Umur al-Akhirab, Sayyid `Abdurrahman bin Muhammad al Tsa`labi al-Ja`fari al-Maghribi, yang dimakamkan di Aijazair, mengemukakan riwayat Anas r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw berkata kepada Fari’ah, “Sesungguhnya anak laki-lakimu, Ibrahim, telah mati.” Fari’ah lalu berkata, “Sungguhkah,ya Rasululullah?” Rasul menjawab, “Ya.” Fari’ah lalu berdoa, “Segala puji bagi Allah. Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku berhijrah kepadaMu dan kepada Nabi-Mu dengan harapan agar Engkau menolongku dalam setiap kesulitan. Oleh karena itu, jangan Engkau timpakan musibah ini atasku.” Rasulullah membuka penutup wajah anak Fari’ah, kemudian anak itu hidup kembali dan makan bersama kami.

Hikayat ini juga dituturkan oleh Ibnu Qattan dan `Iyadh dari Anas r.a. dengan redaksi, `Ada seorang pemuda dari golongan Anshar meninggal dunia. Ia mempunyai seorang ibu yang lemah dan buta. Kami mengafani jenazahnya dan menghibur hati ibunya agar sabar. Kemudian ibunya bertanya, `Benarkah putraku telah mati?’ Kami menjawab, `Ya.’ Ibunya lalu berdoa, `Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku benar-benar berhijrah kepada-Mu dan kepada Nabi-Mu.’ Kisah selanjutnya sama dengan hadis di atas. Riwayat lain dan Ibnu Qattan menceritakan bahwa ketika itu, Allah Swt. menghidupkan anaknya, lalu anak itu makan di hadapan Rasululahh Saw.

Kisah tersebut juga saya kemukakan dalam bab IV kitab Hujjatullah ‘ala al-Alamin. Anas r.a. berkata, “Ketika kami sedang berada di beranda masjid di hadapan Rasulullah Saw, datanglah seorang perempuan tua dan buta yang ikut hijrah membawa putranya yang telah baligh. Tak lama kemudian, putranya terkena penyakit yang scdang mewabah di Madinah. Anak itu sakit beberapa hari, kemudian meninggal dunia. Nabi Saw. menutupkan mata anak itu dan memerintahkan kami untuk mempersiapkan pemakamannya. Ketika kami akan memandikannya, Rasulullah Saw berkata, Anas, panggillah ibunya dan beritahukan kabar ini kepadanya.’ Aku memberitahu ibunya, ia datang lalu duduk di depan kedua kaki anaknya. Ia memegang kedua kaki anaknya, dan bertanya, ‘Benarkah anakku mati?’ Kami menjawab, ‘Ya.’ Ibu itu berdoa, ‘Ya Allah, Engkau tahu aku benar-benar telah menyerahkan diri kepada-Mu dengan sukarela, meninggalkan berhala-berhala dengan sungguh-sungguh, dan berhijrah kepada-Mu karena rasa cinta.Ya Allah, janganlah Engkau masukkan aku ke dalam golongan penyembah berhala, dan janganlah Engkau timpakan musibah yang tidak mampu aku pikul.’ Demi Allah, belum sempat ibu itu menyelesaikan doanya, kedua kaki anaknya bergerak-gerak dan menyibakkan pakaian yang menutupi wajahnya. Kemudian anak itu makan bersama kami dan Rasulullah Saw. Anak itu hidup kembali sampai Nabi Saw dan ibunya wafat.” (HR Ibnu ‘Adiy, Ibnu Abi Dunya, Al-Baihagi, dan Abu Na’im)

Wallahu a'lam bissowaf, tulisan ini hanya sebatas pengetahuan dasar dari penulis kebenaran semata-mata hanya disisi Allah SWT. Penulis hanya menekankan segala sesuatu yang diizinkan oleh Allah itu jadi, maka jadilah itu termasuk peristiwa menghidupkan orang mati tersebut.

Terima kasih

Saturday, December 29, 2012

Dalam Islam Istri itu bukan Pembantu.

kisah Saad bin Amir radhiyallahu 'anhu, pria yang diangkat oleh Khalifah Umar menjadi gubernur di kota Himsh. Sang gubernur ketika di komplain penduduk Himsh gara-gara sering telat ngantor, beralasan bahwa dirinya tidak punya pembantu. Tidak ada orang yang bisa disuruh untuk memasak buat istrinya, atau mencuci baju istrinya.

Loh, kok kebalik? Kok bukan istrinya yang masak dan mencuci?. Nah itulah, ternyata yang berkewajiban memasak dan mencuci baju memang bukan istri, tapi suami. Karena semua itu bagian dari nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri. Sebagaimana firman Allah SWT :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa' : 34)

Kisah Gus Dur dengan KH Zainal arifin pekalongan

        ‎'' Suatu ketika KH.Zainal Arifin pengasuh PP.Al Arifiyyah Medono Kota Pekalongan ,di minta tolong oleh panitia untuk menjemput Al Maghfurlah KH.Abdurahman Wahid atau Gus Dur untuk mengisi sebuah acara akbar di Kota Pekalongan,waktu itu panitia minta di dampingi KH.Zainal utk menjemput Gus Dur yg sedang mengisi acara pengajian di Semarang Jateng, seusai acara dan ramah tamah dengan tamu2,Gus Dur memutuskan untuk ikut Rombonganya KH.Zainal dan Panitia ke Pekalongan,waktu itu meluncur  dari Semarang antara jam 1- 2 dini hari, KH.Zainal dan Panitia setelah berbincang secukupnya dgn Gus Dur, tahu diri mempersilahkan Gus Dur untuk Istirahat di mobil yg melaju dengan tenang sebab jalur pantura jam segitu juga sdh lengang dan sepi,apalagi dengan keterbatasan Kesehatan Gus Dur dan Seabrek kegiatanya dari pagi hingga dini hari tersebut tentu menguras banyak energi dan tenaga,tpi ternyata Gus Dur alih alih Istirahat, ternyata malah masih membaca Al-Qur'an dengan hafalan < Bil Ghoib>.
         sementara Kh.Zainal dan panitia yg jelas secara fisik lebih sehat 100% di banding Gus Dur saja sudh kecapean banget, hampir terlelap, namun kaget ketika dengar perlahan lahan ternyata Gus Dur sedang 'mendaras' Al- Qur'an secara hafalan, Kontan Rasa kantuk KH.Zainal dkk hilang, sambil penasaran KH.Zainal dkk menyimak hafalannya Gus Dur, tak terasa 1 jam lewat sampailah di Pekalongan, air mata Kh.Zainal dkk tumpah ruah, ia membayangkan orang yg selama ini sering disalah fahami berbagai fihak,di kafir2kan,di umpat di cemo'oh dst....malam ini dgn fisik dan kesehatan yg sangat terbatas, dan kelelahan yg luar
biasa setelah hampir sehari semalam beraktifitas penuh dengan berbagai kegiatan,malam  ini dalam waktu 1 jam perjalanan semarang-pekalongan ternyata masih 'menyempatkan' membaca Al-Qur'an dengan hafalan sampai
5 juz lebih,apakah mereka yg mengkafir-kafir kan beliau sanggup melakukan hal demikian...Subhanallah!
ternyata itu salah satu kebiasaan Gus Dur kalo dalam Mobil, bukanya seperti kita alih-alih baca Qur'an, berdoa saja kadang lupa, malah mendengarkan musik2 yg nggak karu-karuan..entahlah kalo mereka yg merasa lebih 'Islami' dari Gus Dur.....".

Monday, September 24, 2012

infaq, sedekah, jariah dan waqof adakah perbedaan?

Lansung kepengertian aja nih hehe

  • Infaq itu dari kata nafaqoh, memberi nafaqoh / harta
  • Shodaqoh itu pemberian yang mengaharapkan/mencari pahala dari Alloh
  • Jariyah artinya mengalir biasa dikaitkan dengan amal jariyah atau shodaqoh jariyah artinya shodaqoh yang pahalanya tetap mengalir meskipun si pemberi sudah meningga
  • waqof adlh  bahwa seseorang menyerahkan harta yang tetap ada terus wujudnya namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu tanpa kehilangan benda aslinya Wakaf berbeda dengan sedekah biasa. Kalau sedekah biasa, begitu seseorang memberikan hartanya, maka biasanya harta itu langsung habis manfaatnya saat itu juga. Misalnya, seseorang bersedekah memberikan 10 orang miskin makan siang. Begitu makanan sudah dilahap, maka orang itu dapat pahala. Tapi tidak ada pahala lainnya setelah itu, sebab pokok sedekah itu sudah selesai manfaatnya.Sedangkan dalam wakaf, seseorang bersedekah dengan harta yang pokoknya tetap ada, namun harta itu bisa menghasilkan pemasukan atau penghasilan yang bersifat terus menerus dan juga rutin. Misalnya seseorang mewakafkan seekor sapi untuk fakir miskin. Sapi itu tidak disembelih untuk dimakan dagingnya, melainkan dipelihara oleh orang yang ahli dalam pekerjaannya. Yang diambil manfaatnya adalah susunya yang diperah. Susu itu misalnya boleh dibagikan kepada fakir miskin, atau dijual yang hasilnya untuk kaum fakir miskin.
     

jadi jariyah masuk shodaqoh, dan shodaqoh masuk infaq. infaq lebih umum

وتأوّل بعض أصحابه قول عمر علـى أن الزكاة هنا النفقة كحديث: «إذا أنفق الـمسلـم علـى أهله كانت له صدقة» وتعقب بأن اسم الزكاة لا يطلق علـى النفقة لغة ولا شرعاً، ولا يقاس علـى لفظ صدقة لأن اللغة لا تؤخذ بـالقـياس،
وأيضاً فـالصدقة لا تطلق علـى النفقة وإنـما وصفت بـالصدقة فـي الـحديث لأنه يؤجر علـيها، وحجة الـجمهور عموم حديث: «تؤخذ من أغنـيائهم فترد علـى فقرائهم» والقـياس علـى زكاة الـحرث والفطر والولـي هو الـمخاطب بـالزكاة فـيأثم بترك إخراجها لا الطفل.

syarah muwatho - zarqoniy
====================

zakat termasuk shodaqoh juga, tapi shodaqoh yang wajib

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ [٩:١٠٣]

Wahai Rasulullah, ambillah sedekah dari harta orang-orang yang bertobat itu, yang dapat membersihkan mereka dari dosa dan kekikiran dan dapat mengangkat derajat mereka di sisi Allah. Doakanlah mereka dengan kebaikan dan hidayah, karena sesungguhnya doamu dapat menenangkan jiwa dan menenteramkan kalbu mereka. Allah Maha Mendengar doa dan Maha Mengetahui orang-orang yang ikhlas dalam bertobat.

‎(كِتَابُ الْوَقْفِ) هُوَ - لُغَةً - الْحَبْسُ يُقَالُ: وَقَفْت كَذَا أَيْ حَبَسْته, وَيُقَالُ: أَوْقَفْته فِي لُغَةٍ رَدِيئَةٍ وَشَرْعًا حَبْسُ مَالٍ يُمْكِنُ الانْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ بِقَطْعِ التَّصَرُّفِ فِي رَقَبَتِهِ عَلَى مَصْرِفٍ مُبَاحٍ, وَجَمْعُهُ وُقُوفٌ وَأَوْقَافٌ, وَالأَصْلُ فِيهِ خَبَرُ مُسْلِمٍ [إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلا مِنْ ثَلاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ] . وَالصَّدَقَةُ الْجَارِيَةُ مَحْمُولَةٌ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ عَلَى الْوَقْفِ كَمَا قَالَهُ الرَّافِعِيُّ لا عَلَى الْوَصِيَّةِ بِالْمَنَافِعِ لِنُدْرَتِهَا وَفِي الصَّحِيحَيْنِ [أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنْ شِئْت حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ عَلَى أَنَّهُ لا يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلا يُوهَبُ وَلا يُورَثُ] وَهُوَ أَوَّلُ وَقْفٍ فِي الإِسْلامِ عَلَى الْمَشْهُورِ
asnal matholib.
==================

(النفقةلغة: هي ما ينفقه الإنسان من الأموال كما فى القاموس(1).
(واصطلاحا: كفاية من يمونه خبزا وأداما وكسوة ومكسنا وتوابعها(2).

نَفَقَة [مفرد]: ج نَفَقَات ونِفاق:1- ما يُبذل من المال "أقام مأدُبةً على نَفَقَتِه- نفقات المعيشة/ انتقال- أسبغ له النَّفقة: وسّع عليه- ?وَلاَ يُنْفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلاَ كَبِيرَةً?"| على نفقة فلان: على حسابه، من ماله الخاصّ- فلانٌ قليل النَّفقات: بخيل
.
Perlaksanaan ibadah wakaf adalah berasaskan kepada hadis Ibn Umar yang diriwayatkan oleh imam muslim yang bermaksud:-
عَنْ ‏ابْنِ عُمَرَ ‏ رَضِيَ اللهُ عنْهُمَا قَالَ : ‏أَصَابَ ‏ ‏عُمَرُ ‏ ‏أَرْضًا ‏ ‏بِخَيْبَرَ ,‏ ‏فَأَتَى النَّبِيَّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يَسْتَأْمِرُهُ ‏ ‏فِيهَا, فَقالَ  : يَا رَسُولَ اللَّهِ , إِنِّي ‏ ‏أَصَبْتُ ‏ ‏أَرْضًا ‏ ‏بِخَيْبَرَ ‏ ‏لَمْ ‏ ‏أُصِبْ ‏ ‏مَالاً قَطُّ هُوَ ‏ ‏أَنْفَسُ ‏ ‏عِنْدِي مِنْهُ, فَقَالَ : ‏ ‏إِنْ شِئْتَ ‏ ‏حَبَسْتَ ‏ ‏أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا, قَالَ: فَتَصَدَّقَ بِهَا ‏ ‏عُمَرُ , و‏أَنَّهُ لاَ يُبَاعُ أَصْلُهَا, وَلاَ ‏ ‏يُبْتَاعُ ‏ ‏وَلاَ يُورَثُ وَلاَ يُوهَبُ قَالَ فَتَصَدَّقَ ‏ ‏عُمَرُ ‏ ‏فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ ‏ ‏وَابْنِ السَّبِيلِ ‏ ‏وَالضَّيْفِ لاَ ‏ ‏جُنَاحَ ‏ ‏عَلَى مَنْ ‏ ‏وَلِيَهَا ‏ ‏أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ أَوْ يُطْعِمَ صَدِيقًا غَيْرَ ‏ ‏مُتَمَوِّلٍ ‏ مَالاً.
 ﴿ متفق عليه واللفظ لمسلم ﴾
Maksudnya :
Daripada Ibnu Umar r.a  katanya: Umar  telah mendapat sebidang tanah di Khaibar  kemudian dia datang menghadap Nabi S.A.W untuk meminta pendapat berkenaan cara menguruskannya, katanya: Wahai Rasulullah! Saya telah mendapat sebidang tanah di Khaibar.  Saya belum pernah memperolehi harta yang lebih baik daripada ini. Baginda bersabda: Jika kamu suka, tahanlah tanah itu (wakafkanlah tanah itu ) dan kamu sedekahkan manfaatnya. Lalu Umar  mengeluarkan sedekah hasil tanah itu dengan syarat tanahnya tidak boleh dijual dan dibeli serta diwarisi atau dihadiahkan. Umar  mengeluarkan sedekah hasilnya kepada fakir miskin, kaum kerabat dan untuk memerdekakan hamba juga untuk orang yang berjihad di jalan Allah serta untuk bekal orang yang sedang dalam perjalanan dan menjadi hidangan untuk tetamu. Orang yang mengurusnya boleh makan sebahagian hasilnya dengan cara yang baik dan boleh memberi makan kepada temannya dengan sekadarnya.
Muttafaq a’laih dan susunan matan tersebut menurut riwayat Muslim
Dan firman Allah Subhanahu Wa Taala yang bermaksud : -
﴿ لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ‌ۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَىۡءٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ۬﴾
سورة آل عمران : ۹۲
Mafhumnya:-
“ Kamu tidak sekali-kali akan mencapai kebaikan (yang sempurna) sehingga kamu dermakan sebahagian daripada apa yang kamu sayangi, dan apa jua yang kamu dermakan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”
 Surah Ali Imran – Ayat 92

Thursday, July 19, 2012

Puasa wajib ikut pemerintah atau ikut ormas?

Taat kepada pemerintah dalam

perkara kebaikan. Inilah salah satu

prinsip agama yang kini telah banyak

dilupakan dan ditinggalkan umat.

Yang kini banyak dilakukan justru

berupaya mencari keburukan

pemerintah sebanyak-banyaknya

untuk kemudian disebarkan ke

masyarakat. Akibat buruk dari

ditinggalkannya prinsip ini sudah

banyak kita rasakan. Satu diantaranya

adalah munculnya perpecahan di

kalangan umat Islam saat

menentukan awal Ramadhan atau

Hari Raya.

Bulan suci Ramadhan merupakan

bulan istimewa bagi umat Islam. Hari-

harinya diliputi suasana ibadah;

shaum, shalat tarawih, bacaan Al-

Qur`an, dan sebagainya. Sebuah

fenomena yang tak didapati di bulan-

bulan selainnya. Tak ayal, bila

kedatangannya menjadi dambaan,

dan kepergiannya meninggalkan

kesan yang mendalam. Tak kalah

istimewanya, ternyata bulan suci

Ramadhan juga sebagai salah satu

syi’ar kebersamaan umat Islam.

Secara bersama-sama mereka

melakukan shaum Ramadhan;

dengan menahan diri dari rasa lapar,

dahaga dan dorongan hawa nafsu

sejak terbitnya fajar hingga

terbenamnya matahari, serta mengisi

malam-malamnya dengan shalat

tarawih dan berbagai macam ibadah

lainnya. Tak hanya kita umat Islam di

Indonesia yang merasakannya.

Bahkan seluruh umat Islam di penjuru

dunia pun turut merasakan dan

memilikinya.

Namun syi’ar kebersamaan itu kian

hari semakin pudar, manakala

elemen-elemen umat Islam di banyak

negeri saling berlomba merumuskan

keputusan yang berbeda dalam

menentukan awal dan akhir bulan

Ramadhan.

Keputusan itu terkadang atas nama

ormas, terkadang atas nama parpol,

dan terkadang pula atas nama

pribadi.

Masing-masing mengklaim,

keputusannya yang paling benar.

Tak pelak, shaum Ramadhan yang

merupakan syi’ar kebersamaan itu

(kerap kali) diawali dan diakhiri

dengan fenomena perpecahan di

tubuh umat Islam sendiri. Tentunya,

ini merupakan fenomena

menyedihkan bagi siapa pun yang

mengidamkan persatuan umat.

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Mungkin anda akan berkata:

“Itu karena adanya perbedaan

pendapat diantara elemen umat

Islam, apakah awal masuk dan

keluarnya bulan Ramadhan itu

ditentukan oleh ru`yatul hilal (melihat

hilal) ataukah dengan ilmu hisab?”.

Bisa juga anda mengatakan:

“Karena adanya perbedaan pendapat,

apakah di dunia ini hanya berlaku satu

mathla’ (tempat keluarnya hilal)

ataukah masing-masing negeri

mempunyai mathla’ sendiri-sendiri?”

Bila kita mau jujur soal penyebab

pudarnya syi’ar kebersamaan itu,

lepas adanya realita perbedaan

pendapat di atas, utamanya

disebabkan makin tenggelamnya

salah satu prinsip penting agama

Islam dari hati sanubari umat Islam.

Prinsip itu adalah memuliakan dan

menaati penguasa (pemerintah) umat

Islam dalam hal yang ma’ruf

(kebaikan).

Mungkin timbul tanda tanya:

“Apa hubungannya antara ketaatan

terhadap penguasa dengan

pelaksanaan shaum Ramadhan?”

Layak dicatat, hubungan antara

keduanya sangat erat. Hal itu karena:

1. Shaum Ramadhan merupakan

syi’ar kebersamaan umat Islam, dan

suatu kebersamaan umat tidaklah

mungkin terwujud tanpa adanya

ketaatan terhadap penguasa.

2. Penentuan pelaksanaan shaum

Ramadhan merupakan perkara yang

ma’ruf (kebaikan) dan bukan

kemaksiatan. Sehingga menaati

penguasa dalam hal ini termasuk

perkara yang diperintahkan dalam

agama Islam. Terlebih ketika

penentuannya setelah melalui sekian

proses, dari pengerahan tim ru`yatul

hilal di sejumlah titik di negerinya

hingga digelarnya sidang-sidang

istimewa.

3. Realita juga membuktikan, dengan

menaati keputusan penguasa dalam

hal pelaksanaan shaum Ramadhan

dan penentuan hari raya `Idul Fithri,

benar-benar tercipta suasana

persatuan dan kebersamaan umat.

Sebaliknya, ketika umat Islam

berseberangan dengan penguasanya,

perpecahan di tubuh mereka pun

sangat mencolok. Maka dari itu,

menaati penguasa dalam hal ini

termasuk perkara yang diperintahkan

dalam agama Islam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda:

“Barangsiapa menaatiku berarti telah

menaati Allah. Barangsiapa

menentangku berarti telah

menentang Allah. Barangsiapa

menaati pemimpin (umat)ku berarti

telah menaatiku, dan barangsiapa

menentang pemimpin (umat)ku

berarti telah menentangku.” (HR. Al-

Bukhari dan Muslim, dari shahabat

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani

berkata: “Di dalam hadits ini terdapat

keterangan tentang kewajiban menaati

para penguasa dalam perkara-perkara

yang bukan kemaksiatan. Adapun

hikmahnya adalah untuk menjaga

persatuan dan kebersamaan (umat

Islam), karena di dalam perpecahan

terdapat kerusakan.” (Fathul Bari, juz

13, hal. 120)

Mungkin ada yang bertanya,

“Adakah untaian fatwa dari para

ulama seputar permasalahan ini?”

Maka jawabnya ada, sebagaimana

berikut ini:

Fatwa Para Ulama Seputar Shaum

Ramadhan Bersama Penguasa

Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata:

“Seseorang (hendaknya) bershaum

bersama penguasa dan jamaah

(mayoritas) umat Islam, baik ketika

cuaca cerah ataupun mendung.”

Beliau juga berkata: “Tangan Allah

Subhanahu wa Ta’ala bersama Al-

Jama’ah.” (Majmu’ Fatawa, karya

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juz 25,

hal. 117).

Al-Imam At-Tirmidzi berkata:

“Sebagian ahlul ilmi menafsirkan

hadits ini hadits Abu Hurairah

radhiallahu ‘anhu : “Shaum itu di hari

kalian (umat Islam) bershaum,

(waktu) berbuka adalah pada saat

kalian berbuka, dan (waktu)

berkurban/ Iedul Adha di hari kalian

berkurban.” dengan ucapan (mereka):

`Sesungguhnya shaum dan

berbukanya itu (dilaksanakan)

bersama Al-Jama’ah dan mayoritas

umat Islam’.” (Tuhfatul Ahwadzi juz 2,

hal. 37. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-

Shahihah jilid 2, hal. 443).

Al-Imam Abul Hasan As-Sindi berkata:

“Yang jelas, makna hadits ini adalah

bahwasanya perkara-perkara

semacam ini (menentukan

pelaksanaan shaum Ramadhan,

berbuka puasa/Iedul Fithri dan Iedul

Adha, -pen.) keputusannya bukanlah

di tangan individu. Tidak ada hak bagi

mereka untuk melakukannya sendiri-

sendiri. Bahkan permasalahan

semacam ini dikembalikan kepada

penguasa dan mayoritas umat Islam.

Dalam hal ini, setiap individu pun

wajib untuk mengikuti penguasa dan

mayoritas umat Islam. Maka dari itu,

jika ada seseorang yang melihat hilal

(bulan sabit) namun penguasa

menolak persaksiannya, sudah

sepatutnya untuk tidak dianggap

persaksian tersebut dan wajib baginya

untuk mengikuti mayoritas umat Islam

dalam permasalahan itu.” (Hasyiyah

`ala Ibni Majah, lihat Silsilah Al-

Ahadits Ash-Shahihah jilid 2, hal. 443).

Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad

Nashiruddin Al-Albani berkata:

“Dan selama belum (terwujud)

bersatunya negeri-negeri Islam di atas

satu mathla’ (dalam menentukan

pelaksanaan shaum Ramadhan, -

pen.), aku berpendapat bahwa setiap

warga negara hendaknya

melaksanakan shaum Ramadhan

bersama negaranya (pemerintahnya)

masing-masing dan tidak bercerai-

berai dalam perkara ini, yakni shaum

bersama pemerintah dan sebagian

lainnya shaum bersama negara lain,

baik mendahului pemerintahnya atau

pun belakangan. Karena yang

demikian itu dapat mempertajam

perselisihan di tengah masyarakat

muslim sendiri. Sebagaimana yang

terjadi di sebagian negara Arab sejak

beberapa tahun yang lalu. Wallahul

Musta’an.” (Tamamul Minnah hal.

398). (Catatan : Beliau merupakan

salah satu ulama yang berpendapat

bahwasanya pelaksanaan shaum

Ramadhan dan Idul Fithri di dunia ini

hanya dengan satu mathla’ saja,

sebagaimana yang beliau rinci dalam

kitab Tamamul Minnah hal. 398.

Walaupun demikian, beliau sangat

getol mengajak umat Islam (saat ini)

untuk melakukan shaum Ramadhan

dan Iedul Fithri bersama

penguasanya, sebagaimana perkataan

beliau di atas).

Beliau rahimahumullah juga berkata:

“Inilah yang sesuai dengan syariat

(Islam) yang toleran, yang diantara

misinya adalah mempersatukan umat

manusia, menyatukan barisan mereka

serta menjauhkan mereka dari segala

pendapat pribadi yang memicu

perpecahan. Syariat ini tidak mengakui

pendapat pribadi meski menurut yang

bersangkutan benar dalam ibadah

yang bersifat kebersamaan seperti;

shaum, Ied, dan shalat berjamaah.

Tidakkah engkau melihat bahwa

sebagian shahabat radhiallahu

‘anhum shalat bermakmum di

belakang shahabat lainnya, padahal

sebagian mereka ada yang

berpendapat bahwa menyentuh

wanita, menyentuh kemaluan, dan

keluarnya darah dari tubuh termasuk

pembatal wudhu, sementara yang

lainnya tidak berpendapat demikian?!

Sebagian mereka ada yang shalat

secara sempurna (4 rakaat) dalam

safar dan diantara mereka pula ada

yang mengqasharnya (2 rakaat).

Namun perbedaan itu tidaklah

menghalangi mereka untuk

melakukan shalat berjamaah di

belakang seorang imam (walaupun

berbeda pendapat dengannya, -pen.)

dan tetap berkeyakinan bahwa shalat

tersebut sah. Hal itu karena adanya

pengetahuan mereka bahwa bercerai-

berai dalam urusan agama lebih

buruk daripada sekedar berbeda

pendapat. Bahkan sebagian mereka

mendahulukan pendapat penguasa

daripada pendapat pribadinya pada

momen berkumpulnya manusia

seperti di Mina. Hal itu semata-mata

untuk menghindari kesudahan buruk

(terjadinya perpecahan) bila dia tetap

mempertahankan pendapatnya.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-

Imam Abu Dawud (1/307),

bahwasanya Khalifah `Utsman bin

`Affan radhiallahu ‘anhu shalat di

Mina 4 rakaat (Zhuhur, `Ashar, dan

Isya’ -pen). Maka shahabat Abdullah

bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu

mengingkarinya seraya berkata: “Aku

telah shalat (di Mina/hari-hari haji, -

pen.) bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi

wa sallam, Abu Bakr, `Umar dan di

awal pemerintahan `Utsman 2 rakaat,

dan setelah itu `Utsman shalat 4

rakaat. Kemudian terjadilah

perbedaan diantara kalian (sebagian

shalat 4 rakaat dan sebagian lagi 2

rakaat, -pen.), dan harapanku dari 4

rakaat shalat itu yang diterima adalah

yang 2 rakaat darinya.”

Namun ketika di Mina, shahabat

Abdullah bin Mas’ud justru shalat 4

rakaat. Maka dikatakanlah kepada

beliau:

“Engkau telah mengingkari `Utsman

atas shalatnya yang 4 rakaat,

(mengapa) kemudian engkau shalat 4

rakaat pula?!”

Abdullah bin Mas’ud berkata:

“Perselisihan itu jelek.”

Sanadnya shahih. Diriwayatkan pula

oleh Al-Imam Ahmad (5/155) seperti

riwayat di atas dari shahabat Abu Dzar

radhiallahu ‘anhu.

Maka dari itu, hendaknya hadits dan

atsar ini benar-benar dijadikan bahan

renungan oleh orang-orang yang

(hobi, -pen.) berpecah-belah dalam

urusan shalat mereka serta tidak mau

bermakmum kepada sebagian imam

masjid, khususnya shalat witir di bulan

Ramadhan dengan dalih beda

madzhab. Demikian pula orang-orang

yang bershaum dan berbuka sendiri,

baik mendahului mayoritas kaum

muslimin atau pun mengakhirkannya

dengan dalih mengerti ilmu falaq,

tanpa peduli harus berseberangan

dengan mayoritas kaum muslimin.

Hendaknya mereka semua mau

merenungkan ilmu yang telah kami

sampaikan ini. Dan semoga ini bisa

menjadi obat bagi kebodohan dan

kesombongan yang ada pada diri

mereka. Dengan harapan agar mereka

selalu dalam satu barisan bersama

saudara-saudara mereka kaum

muslimin, karena tangan Allah

Subhanahu wa Ta’ala bersama Al-

Jama’ah.” (Silsilah Al-Ahadits Ash-

Shahihah jilid 2, hal. 444-445)

Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin

Baz rahimahullahu pernah ditanya:

“Jika awal masuknya bulan Ramadhan

telah diumumkan di salah satu negeri

Islam semisal kerajaan Saudi Arabia,

namun di negeri kami belum

diumumkan, bagaimanakah

hukumnya? Apakah kami bershaum

bersama kerajaan Saudi Arabia

ataukah bershaum dan berbuka

bersama penduduk negeri kami,

manakala ada pengumuman?

Demikian pula halnya dengan

masuknya Iedul Fithri, apa yang harus

kami lakukan bila terjadi perbedaan

antara negeri kami dengan negeri

yang lainnya? Semoga Allah

Subhanahu wa Ta’ala membalas

engkau dengan kebaikan.”

Beliau menjawab:

“Setiap muslim hendaknya bershaum

dan berbuka bersama (pemerintah)

negerinya masing-masing. Hal itu

berdasarkan sabda Nabi Shallallahu

‘alaihi wa sallam:

“Waktu shaum itu di hari kalian (umat

Islam) bershaum, (waktu) berbuka

adalah pada saat kalian berbuka, dan

(waktu) berkurban/Iedul Adha di hari

kalian berkurban.” Wabillahit taufiq.

(Lihat Fatawa Ramadhan hal. 112)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-

Utsaimin rahimahullahu ditanya:

“Umat Islam di luar dunia Islam sering

berselisih dalam menyikapi berbagai

macam permasalahan seperti

(penentuan) masuk dan keluarnya

bulan Ramadhan, serta saling berebut

jabatan di bidang dakwah. Fenomena

ini terjadi setiap tahun. Hanya saja

tingkat ketajamannya berbeda-beda

tiap tahunnya. Penyebab utamanya

adalah minimnya ilmu agama,

mengikuti hawa nafsu dan terkadang

fanatisme madzhab atau partai, tanpa

mempedulikan rambu-rambu syariat

Islam dan bimbingan para ulama

yang kesohor akan ilmu dan wara’-

nya. Maka, adakah sebuah nasehat

yang kiranya bermanfaat dan dapat

mencegah (terjadinya) sekian

kejelekan? Semoga Allah Subhanahu

wa Ta’ala memberikan taufiq dan

penjagaan-Nya kepada engkau.”

Beliau berkata:

“Umat Islam wajib bersatu dan tidak

boleh berpecah-belah dalam

beragama. Sebagaimana firman Allah

Subhanahu wa Ta’ala:

“Dia telah mensyariatkan bagi kalian

tentang agama, apa yang telah

diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa

yang telah Kami wasiatkan kepadamu,

Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu:’

Tegakkanlah agama dan janganlah

kalian berpecah-belah

tentangnya’.” (Asy-Syura: 13)

“Dan berpegang-teguhlah kalian

semua dengan tali (agama) Allah, dan

janganlah kalian bercerai-berai.” (Ali

`Imran: 103)

“Dan janganlah kalian seperti orang-

orang yang berpecah-belah dan

berselisih setelah keterangan datang

kepada mereka, dan bagi mereka

adzab yang pedih.” (Ali `Imran: 105)

Sehingga umat Islam wajib untuk

menjadi umat yang satu dan tidak

berpecah-belah dalam beragama.

Hendaknya waktu shaum dan berbuka

mereka satu, dengan mengikuti

keputusan lembaga/departemen yang

menangani urusan umat Islam dan

tidak bercerai-berai (dalam masalah

ini), walaupun harus lebih tertinggal

dari shaum kerajaan Saudi Arabia

atau negeri Islam lainnya.” (Fatawa Fi

Ahkamish Shiyam, hal. 51-52).

Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil-

Buhuts Al-`Ilmiyyah wal-Ifta`:

“Dan tidak mengapa bagi penduduk

negeri manapun, jika tidak melihat

hilal (bulan tsabit) di tempat

tinggalnya pada malam ke-30, untuk

mengambil hasil ru`yatul hilal dari

tempat lain di negerinya. Jika umat

Islam di negeri tersebut berbeda

pendapat dalam hal penentuannya,

maka yang harus diikuti adalah

keputusan penguasa di negeri

tersebut bila ia seorang muslim,

karena (dengan mengikuti)

keputusannya akan sirnalah

perbedaan pendapat itu. Dan jika si

penguasa bukan seorang muslim,

maka hendaknya mengikuti

keputusan majelis/departemen pusat

yang membidangi urusan umat Islam

di negeri tersebut. Hal ini semata-

mata untuk menjaga kebersamaan

umat Islam dalam menjalankan

shaum Ramadhan dan shalat Id di

negeri mereka. Wabillahit taufiq,

washallallahu `ala Nabiyyina

Muhammad wa alihi wa shahbihi

wasallam.” Pemberi fatwa: Asy-Syaikh

Abdur Razzaq `Afifi, Asy-Syaikh

Abdullah bin Ghudayyan, dan Asy-

Syaikh Abdullah bin Mani’. (Lihat

Fatawa Ramadhan hal. 117)

Demikianlah beberapa fatwa para

ulama terdahulu dan masa kini

seputar kewajiban bershaum bersama

penguasa dan mayoritas umat Islam

di negerinya. Semoga menjadi pelita

dalam kegelapan dan ibrah bagi

orang-orang yang mendambakan

persatuan umat Islam.

Mungkin masih ada yang mengatakan

bahwasanya kewajiban menaati

penguasa dalam perkara semacam ini

hanya berlaku untuk seorang

penguasa yang adil. Adapun bila

penguasanya dzalim atau seorang

koruptor, tidak wajib taat kepadanya

walaupun dalam perkara-perkara

kebaikan dan bukan kemaksiatan,

termasuk dalam hal penentuan

masuk dan keluarnya bulan

Ramadhan ini.

Satu hal yang perlu digarisbawahi

dalam hal ini, jika umat dihadapkan

pada polemik atau perbedaan

pendapat, prinsip `berpegang teguh

dan merujuk kepada Al-Qur`an dan

Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi

wa sallam’ haruslah senantiasa

dikedepankan. Sebagaimana

bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala

dalam kalam-Nya nan suci:

“Dan berpegang-teguhlah kalian

semua dengan tali (agama) Allah, dan

janganlah kalian bercerai-berai.” (Ali

`Imran: 103)

Al-Imam Al-Qurthubi berkata:

“Allah Subhanahu wa Ta’ala

mewajibkan kepada kita agar

berpegang teguh dengan Kitab-Nya

(Al-Qur`an) dan Sunnah Nabi-Nya,

serta merujuk kepada keduanya di

saat terjadi perselisihan. Sebagaimana

Dia (juga) memerintahkan kepada kita

agar bersatu di atas Al-Qur`an dan

As-Sunnah baik secara keyakinan atau

pun amalan” (Tafsir Al-Qurthubi,

4/105)

Para pembaca yang mulia, bila anda

telah siap untuk merujuk kepada Al-

Qur`an dan As-Sunnah maka

simaklah bimbingan dari Al-Qur`an

dan As-Sunnah berikut ini: Allah

Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman,

taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan Ulil

Amri diantara kalian.” (An-Nisa`: 59)

Al-Imam An-Nawawi berkata:

“Yang dimaksud dengan Ulil Amri

adalah orang-orang yang Allah

Subhanahu wa Ta’ala wajibkan untuk

ditaati dari kalangan para penguasa

dan pemimpin umat. Inilah pendapat

mayoritas ulama terdahulu dan

sekarang dari kalangan ahli tafsir dan

fiqih serta yang lainnya.” (Syarh

Shahih Muslim, juz 12, hal. 222)

Adapun baginda Rasul Shallallahu

‘alaihi wa sallam, maka beliau

seringkali mengingatkan umatnya

seputar permasalahan ini.

Diantaranya dalam hadits-hadits

beliau berikut ini:

1. Shahabat `Adi bin Hatim

radhiallahu ‘anhu berkata:

“Wahai Rasulullah, kami tidak

bertanya kepadamu tentang ketaatan

(terhadap penguasa) yang bertakwa.

Yang kami tanyakan adalah ketaatan

terhadap penguasa yang berbuat

demikian dan demikian (ia sebutkan

kejelekan-kejelekannya).” Maka

Rasulullah bersabda: “Bertakwalah

kalian kepada Allah, dengarlah dan

taatilah (penguasa tersebut).” (HR.

Ibnu Abi `Ashim dalam Kitab As-

Sunnah, dan dishahihkan oleh Asy-

Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah

Fitakhrijis Sunnah, 2/494, no. 1064)

2. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda:

“Akan ada sepeninggalku nanti para

imam/penguasa yang mereka itu tidak

berpegang dengan petunjukku dan

tidak mengikuti cara/jalanku. Dan

akan ada diantara para penguasa

tersebut orang-orang yang berhati

setan namun berbadan manusia.”

Hudzaifah berkata: “Apa yang

kuperbuat bila aku mendapatinya?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda: “Hendaknya engkau

mendengar dan menaati penguasa

tersebut walaupun punggungmu

dicambuk dan hartamu dirampas

olehnya, maka dengarkanlah

(perintahnya) dan taatilah (dia).” (HR.

Muslim dari shahabat Hudzaifah bin

Al-Yaman, 3/1476, no. 1847).

3. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda:

“Seburuk-buruk penguasa kalian

adalah yang kalian benci dan mereka

pun membenci kalian, kalian mencaci

mereka dan mereka pun mencaci

kalian.” Lalu dikatakan kepada

Rasulullah: “Wahai Rasulullah,

bolehkah kami memerangi mereka

dengan pedang (memberontak)?”

Beliau bersabda: “Jangan, selama

mereka masih mendirikan shalat di

tengah-tengah kalian. Dan jika kalian

melihat mereka mengerjakan

perbuatan yang tidak kalian sukai,

maka bencilah perbuatannya dan

jangan mencabut/meninggalkan

ketaatan (darinya).” (HR. Muslim, dari

shahabat `Auf bin Malik, 3/1481, no.

1855)

Para ulama kita pun demikian adanya.

Mereka (dengan latar belakang

daerah, pengalaman dan generasi

yang berbeda-beda) telah

menyampaikan arahan dan

bimbingannya yang amat berharga

seputar permasalahan ini,

sebagaimana berikut:

Shahabat Ali bin Abi Thalib

radhiallahu ‘anhu berkata:

“Urusan kaum muslimin tidaklah stabil

tanpa adanya penguasa, yang baik

atau yang jahat sekalipun.”

Orang-orang berkata:

“Wahai Amirul Mukminin, kalau

penguasa yang baik kami bisa

menerimanya, lalu bagaimana dengan

yang jahat?”

Ali bin Abi Thalib berkata:

“Sesungguhnya (walaupun) penguasa

itu jahat namun Allah Subhanahu wa

Ta’ala tetap memerankannya sebagai

pengawas keamanan di jalan-jalan

dan pemimpin dalam jihad” (Syu’abul

Iman, karya Al-Imam Al-Baihaqi juz 13,

hal.187, dinukil dari kitab Mu’amalatul

Hukkam, karya Asy-Syaikh Abdus

Salam bin Barjas hal. 57).

Al-Imam Ibnu Abil `Iz Al-Hanafi

berkata:

“Adapun kewajiban menaati mereka

(penguasa) tetaplah berlaku walaupun

mereka berbuat jahat. Karena tidak

menaati mereka dalam hal yang

ma’ruf akan mengakibatkan kerusakan

yang jauh lebih besar dari apa yang

ada selama ini. Dan di dalam

kesabaran terhadap kejahatan mereka

itu terdapat ampunan dari dosa-dosa

serta (mendatangkan) pahala yang

berlipat.” (Syarh Al-’Aqidah Ath-

Thahawiyah hal. 368).

Al-Imam Al-Barbahari berkata:

“Ketahuilah bahwa kejahatan

penguasa tidaklah menghapuskan

kewajiban (menaati mereka, -pen.)

yang Allah Subhanahu wa Ta’ala

wajibkan melalui lisan Nabi-Nya.

Kejahatannya akan kembali kepada

dirinya sendiri, sedangkan kebaikan-

kebaikan yang engkau kerjakan

bersamanya akan mendapat pahala

yang sempurna insya Allah. Yakni

kerjakanlah shalat berjamaah, shalat

Jum’at dan jihad bersama mereka,

dan juga berpartisipasilah

bersamanya dalam semua jenis

ketaatan (yang

dipimpinnya).” (Thabaqat Al-

Hanabilah karya Ibnu Abi Ya’la, 2/36,

dinukil dari Qa’idah Mukhtasharah,

hal. 14).

Al-Imam Ibnu Baththah Al-Ukbari

berkata:

“Telah sepakat para ulama ahli fiqh,

ilmu, dan ahli ibadah, dan juga dari

kalangan Ubbad (ahli ibadah) dan

Zuhhad (orang-orang zuhud) sejak

generasi pertama umat ini hingga

masa kita ini: bahwa shalat Jum’at,

Idul Fitri dan Idul Adha, hari-hari Mina

dan Arafah, jihad, haji, serta

penyembelihan qurban dilakukan

bersama penguasa, yang baik

ataupun yang jahat.” (Al-Ibanah, hal.

276-281, dinukil dari Qa’idah

Mukhtasharah hal. 16).

Al-Imam Al-Bukhari berkata:

“Aku telah bertemu dengan 1.000

orang lebih dari ulama Hijaz (Makkah

dan Madinah), Kufah, Bashrah,

Wasith, Baghdad, Syam dan Mesir.”

Kemudian beliau berkata: “Aku tidak

melihat adanya perbedaan diantara

mereka tentang perkara berikut ini

beliau lalu menyebutkan sekian

perkara, diantaranya kewajiban

menaati penguasa (dalam hal yang

ma’ruf).” (Syarh Ushulil I’tiqad Al-

Lalika`i, 1/194-197).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani

berkata:

“Di dalam hadits ini (riwayat Al-

Bukhari dan Muslim, dari shahabat

Abu Hurairah di atas,-pen.) terdapat

keterangan tentang kewajiban menaati

para penguasa dalam perkara-perkara

yang bukan kemaksiatan. Adapun

hikmahnya adalah untuk menjaga

persatuan dan kebersamaan (umat

Islam), karena di dalam perpecahan

terdapat kerusakan.” (Fathul Bari, juz

13, hal. 120).

Para pembaca yang mulia, dari

bahasan di atas dapatlah diambil

suatu kesimpulan bahwasanya:

1.Shaum Ramadhan merupakan syi’ar

kebersamaan umat Islam yang harus

dipelihara.

2.Syi’ar kebersamaan tersebut akan

pudar manakala umat Islam di

masing-masing negeri bercerai-berai

dalam mengawali dan mengakhiri

shaum Ramadhannya.

3.Ibadah yang bersifat kebersamaan

semacam ini keputusannya berada di

tangan penguasa umat Islam di

masing-masing negeri, bukan di

tangan individu.

4.Shaum Ramadhan bersama

penguasa dan mayoritas umat Islam

merupakan salah satu prinsip agama

Islam yang dapat memperkokoh

persatuan mereka, baik si penguasa

tersebut seorang yang adil ataupun

jahat. Karena kebersamaan umat

tidaklah mungkin terwujud tanpa

adanya ketaatan terhadap penguasa.

Terlebih manakala ketentuannya itu

melalui proses ru`yatul hilal di

sejumlah titik negerinya dan sidang-

sidang istimewa.

5.Realita membuktikan, bahwa

dengan bershaum Ramadhan dan

berhari-raya bersama penguasa (dan

mayoritas umat Islam) benar-benar

tercipta suasana persatuan dan

kebersamaan umat. Sebaliknya ketika

umat Islam berseberangan dengan

penguasanya, suasana perpecahan di

tubuh umat pun demikian mencolok.

Yang demikian ini semakin

menguatkan akan kewajiban

bershaum Ramadhan dan berhari-

raya bersama penguasa (dan

mayoritas umat Islam).

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Dikutip dari Dikutip dari majalah Asy

Syariah, Vol.III/No.26/1427 H/2006,

tulisan Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi

Lc, judul asli Shaum Ramadhan dan

Hari Raya Bersama Penguasa, Syi’ar

Kebersamaan Umat Islam.)

Semoga awal puasa dan hari raya

Idul Fitri pada tahun ini bisa

dilakukan secara serentak di tanah

air.

Published with Blogger-droid v2.0.4

Thursday, December 8, 2011

pemahaman tentang pacaran.

Istilah berpacaran itu sendiri bisa diartikan berbeda, kalaulah pacaran yang saudari maksudkan adalah kisah sejoli yang hanya sekedar untuk menjalin hubungan kasih dua sejoli, untuk fun dan menjurus pada kemaksiatan, maka hal itu tidak diperbolehkan. Akan tetapi jikalau yang dimaksud “pacaranâ€? disini sebagai instrument untuk mengenal calon pendamping lebih jauh, dengan catatan batasan-batasan syar’i harus dijaga, maka boleh-boleh saja, karena dalam Islam itu sendiri ada istilah ta’aruf sebelum pernikahan. Tujuan ta’ aruf disini adalah sebatas untuk mengenal karakter calon pasangan kita, bukan untuk “having fun togetherâ€?. Pergi berduaan tanpa ditemani mahram atau keluarga, seharusnya dihindari. Karena kita tidak tahu apa yang bisa dan mungkin terjadi. Ketentuan ini ahrus tetap berlaku meskipun sudah dalam proses menuju pernikahan. Selama pernikahan belum terlaksana “si diaâ€? tetaplah non mahram. Batasan-batasan syariat juga harus tetap dijaga. Didalam sebuah hadist shohih Rasulullah saw. menegaskan “ Tidaklah diperkenankan bagi laki-laki dan perempuan untuk berkhalwat (berduaan), karena sesungguhnya ketiga dari mereka adalah syetan, kecuali adanya mahram.â€? (HR Ahmad dan Bukhari Muslim, dari â€کAmir bin Rabi’ah)

Menanggapi pertanyaan kedua, yaitu masalah pergaulan, memang betul apa yang dikatakan saudari Anna bahwa posisi kita saat ini sangatlah sulit. Dalam artian kita hidup dengan manusia yang mempunyai prinsip dan pandangan hidup yang berbeda. Bahkan di kota-kota besar masyarakat kita bisa dikatakan memiliki kecendrungan hidup bebas. Terkadang dengan kondisi seperti itu, kita menghadapi sebuah dilema bagaimana menempatkan diri dalam dunia pergaulan agar kita dapat diterima oleh lingkungan, dan keyakinan atau syariat islam pun tetap terjaga. Namun sebetulnya kaidah yang paling tepat dalam pergaulan, khususnya dengan lawan jenis, adalah pandai-pandai menempatkan diri dan menjaga hati. Usahakanlah untuk mengerti situasi kapan kita harus serius dan kapan harus santai, "think before you act" sangatlah penting.

Meskipun demikian, menjaga pandangan adalah sangat dianjurkan, namun inti dari ajaran ini adalah bagaimana kita menjaga hati. Istilahnya, untuk apa kita menundukkan pandangan, jika hati tidak kita tundukkan???.

Semua tergantung dari niat kita. Contohnya, dalam suasana kantor atau organisasi di mana kita dituntut untuk berinteraksi dengan orang banyak, baik laki-laki atau perempuan, kita tentu saja diperbolehkan mengadakan contact dengan lawan jenis. Pada prinsipnya, di mana maksud kita untuk kebaikan dan batasan-batasan syar’i tetap dijaga, semua sah-sah saja. Islam tidaklah pernah bertujuan untuk mempersulit , tapi justru mempermudah hidup kita. Segala yang disyariatkan sudah barang tentu demi kebaikan ummat manusia...

Etika pergaulan dalam islam adalah, khususnya antara lelaki dan perempuan garis besarnya adalah sbb:
  1. Saling menjaga pandangan di antara laki-laki dan wanita, tidak boleh melihat aurat , tidak boleh memandang dengan nafsu dan tidak boleh melihat lawan jenis melebihi apa yang dibutuhkan. (An-Nur:30-31)
  2. Sang wanita wajib memakai pakaian yang sesuai dengan syari'at, yaitu pakaian yang menutupi seluruh tubuh selain wajah, telapak tangan dan kaki (An-Nur:31)
  3. Hendaknya bagi wanita untuk selalu menggunakan adab yang islami ketika bermu'amalah dengan lelaki, seperti:
    • Di waktu mengobrol hendaknya ia menjahui perkataan yang merayu dan menggoda (Al-Ahzab:32)
    • Di waktu berjalan hendaknya wanita sesuai dengan apa yang tertulis di surat (An-Nur:31 & Al-Qisos:25)
    • (an- nur 31) اللهَ قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ
      Artinya :
      “Katakanlah (wahai Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’

  4. Tidak diperbolehkan adanya pertemuan lelaki dan perempuan tanpa disertai dengan muhrim.